BAB I
PENDAHULUAN
Pertumbuhan ekonomi yang pesat di kota – kota besar di Indonesia yang telah diikuti pula oleh pertumbuhan jumlah kendaraan yang tinggi, memerlukan penanganan prasarana jaringan jalan dan sistem transportasi yang memadai, guna menanggulangi atau mengurangi tingkat kemacetan lalu – lintas yang ditimbulkan. Secara umum, disamping kapasitas jalan utama dan tranportasi umum di beberapa kota besar tidak dapat menampung arus lalu – lintas yang ada, kemacetan lalu – lintas disebabkan pula bercampur baurnya berbagai jenis kendaraan lambat dan cepat serta lalu – lintas regional dan lokal pada sistem jaringan jalan primer. Permasalahan tersebut seringkali disebut sebagai efek pengembangan jalur pita (ribbon development effect) yaitu sebagai konsekwensi interaksi antara lalu – lintas yang dibangkitkan oleh penggunaan lahan sepanjang jalan dengan lalu lintas pada jalan tersebut. Hal ini memberikan ilustrasi permasalahan yang muncul akibat interaksi antara transportasi jalan dengan guna lahannya.
Permasalahan pengembangan pita terjadi akibat jika, bercampur baurnya guna lahan seperti bengkel, supermarket, hotel , terminal bis dalam kota dan perumahan serta pertokoan berada pada jaringan jalan primer perkotaan . Pola tata guna lahan seperti ini akan mengurangi mobilitas transportasi sehingga menurunkan peran fungsi jalan . Untuk itu dalam sistem tata ruang, penetapan guna lahan sebagai penghasil aktivitas perlu sesuai dengan hirarki jaringan jalan.
Makalah ini memberikan gambaran singkat adanya permasalahan transportasi perkotaan terkait dengan ketidaksesuai jaringan jalan, tata ruang dan guna lahan sepanjang jalan, serta masalah tertib pemanfaatan jalan dan lalu lintas. Ketidak seimbangan interaksi berbagai factor tersebut mengaburkan peran jalan sehingga mengganggu kelancaran transportasi di perkotaan. Di dalam upaya mengatasi permasalahan tersebut, ditekannkan pentingnya menjaga kesimbangan guna lahan dengan jaringan jalan agar jaringan jalan dapat berperan sesuai hirarkinya. Sebagai ilustrasi didentifikasi skematik pengembangan jaringan jalan Kota Jakarta dan
PERMASALAHAN TRANSPORTASI PERKOTAAN TERKAIT JARINGAN JALAN
Menelaah pengembangan
Pertumbuhan
Sebagai ilustrasi adalah Kota Jakarta yang pada awalnya berpusat di daerah Tanjung Priok. Disebabkan kondisi daerah rawa yang tidak menunjang pertumbuhan kota maka pusat aktivitas dipindahkan ke daerah Gambir sekitar tahun 1930. Pertumbuhan kota selanjutnya mengarah menjauhi daerah pantai menuju selatan, dimana permukiman penduduk mengikuti pengembangan jalan ke arah selatan dan mengganggu efisiensi pola jaringan disampaing terhadap pembangunan berkelanjutan. Untuk itu dilakukan penyesuaian dengan mengembangkan kota ke arah Barat dan Timur. Untuk transportasi umum di Jakarta, tram telah dioperasikan sejak tahun 1925. Selanjutnya bis beroperasi melengkapi tram , namun tram akhirnya tidak beroperasi sejak tahun 1962. Pada saat ini dihadapai permasalahan tidak memadainya angkutan umum bus dan sedang mencari alternatif angkutan rel kota. Ilustrasi ini memberikan gambaran evolusi yang belum diantisipasi secara memadai terkait berkembangnya kota.
- Tata Ruang dan Guna lahan Sepanjang Jalan
Mengingat bahwa terdapat interaksi antara tata guna lahan disepanjang jalan dengan kelas jalan, maka jenis guna lahan sebenarnya harus sesuai dengan tata ruang dan fungsi jalan yang mendukungnya. Namun dijumpai banyaknya penggunaan dan pembangunan lahan yang tidak sesuai dengan tata ruang dan tidak mendukung fungsi jaringan jalan di sekitarnya. Sebagai gambaran di daerah pusat perkotaan, banyak dijumpai pergudangan pergudangan yang melayani jasa regional. Keadaan ini merugikan khususnya bagi angkutan truk regional mengingat bahwa bercampur baurnya dengan lalu – lintas lokal mengakibatkan kemacetan lalu – lintas yang selanjutnya membuat biaya angkutan meningkat (Lihat diagram 1). Disisi lain, bercampur baurnya angkutan berat truk dengan lalu lintas lokal berpengaruh kepada tingkat kecelakaan lalu – lintas.
Kasus lain yang banyak dijumpai adalah lokasi terminal regional dan pusat perdagangan grosir di sepanjang jalan kolektor sekunder. Selain itu sering pula dijumpai pembangunan pusat - pusat pertokoan berada di sepanjang jalan arteri primer. Banyaknya lalu – lintas lokal dan pejalan kaki yang berbelanja dan menyeberang jalan telah mengaburkan fungsi jalan arteri primer sehingga kecepatan yang direncanakan sekitar 60 km/jam tidak dapat dicapai dan bahkan kecepatan lalu lintas dapat dibawah 20 km/jam.
Kasus lain yang dijumpai adalah bercampurnya daerah perumahan dan daerah perindustrian. Keadaan tersebut tidak menguntungkan bagi permukiman penduduk, akibat pengaruh lingkungan seperti kebisingan, polusi udara serta keselamatan lalu – lintas. Keadaan tersebut juga menyulitkan dalam desain struktur jalan yang sesuai dengan tujuan efisiensi seharusnya berbeda antara daerah permukiman dan daerah industri.
B. Masalah Manfaat Jalan
Permasalahan ini meliputi hal – hal seperti pemakaian bahu jalan sebagai tempat berjualan serta pembangunan pot – pot kembang ditepi jalan. Peraturan Pemerintah nomor 26 tahun 1985 menyebutkan bahwa bagian – bagian jalan meliputi “ Daerah Manfaat Jalan “, Daerah Milik Jalan” dan Daerah Pengawasan Jalan”. Batas luar Dawasja tidak kurang dari 20 meter dari as jalan untuk jalan arteri primer maupun jalan arteri sekunder dan tidak kurang dari 7 meter diukur dari as jalan untuk jalan kolektor sekunder dan 15 meter untuk jalan kolektor primer. Untuk jalan lokal sekunder, jarak dari as jalan tidak kurang dari 4 meter dan untuk lokal primer tidak kurang dari 10 meter. Di luar batasan batasan ini pendirian bangunan baru dapat diizinkan.
Pemanfaatan jalan diarahkan untuk mempertahankan atau mengembalikan fungsi jalan sesuai dengan peruntukkannya. Bahu jalan disamping berfungsi mengamankan konstruksi perkerasan jalan juga tempat berhenti sementara kendaraan agar tidak mengganggu lalu – lintas. Pemakaian bahu jalan akan menurunkan kapasitas jalan yang memberikan konstribusi kepada kemacetan lalu lintas. Jarak pandang mengemudi yang terganggu oleh pembangunan di derah pengawasan jalan akan mengurangi tingkat keselamatan lalu – lintas dan menyebabkan pula kemacetan lalu – lintas sehingga perlu ditertibkan
C. Masalah Hirarki jalan
Usaha usaha pengembangan prasarana jalan bertujuan untuk mencapai kesatuan wilayah pengembangan Tingkat Nasional (SWPTN). Dalam pencapaian SWPTN tersebut disepakati berlakunya kebijakan pembangunan menuju keseimbangan antar satuan wilayah pengembangan (SWP), dimana kota yang terikat dalam hirarki tertentu mempunyai kedudukan tertentu yang dicerminkan oleh jenjang kota tersebut.
Pada sistem ini, jalan mempunyai hirarki sesuai dengan jenjang kota yang dihubungkan seperti jalan yang menghubungkan kota jenjang ke satu dengan kota jenjang kedua adalah jalan arteri primer. Sedangkan jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga adalah jalan kolektor primer dan seterusnya. Selanjutnya sistem primer menerus dalam memasuki kota. Di dalam kota jalan primer menghubungkan kawasan primer dan dapat berakhir pada kawasan primer tersebut. Sistem primer ini selanjutnya saling melengkapi dengan sistem tata ruang yang menghubungkan kawasan kawasan primer, sekunder kesatu, sekunder kedua sampai ke perumahan.
Namun pada saat ini pemantapan atau penerapan klasifikasi fungsi jalan pada kota yang berkembang sulit dibandingkan dengan daerah baru. Karenanya prasarana jalan yang tidak terstruktur ini tidak dapat memberikan kualitas pelayanan yang baik terhadap kebutuhan perjalanan transportasi yang ada. Tanpa hirarki jalan, berbaurnya berbagai moda tranportasi dari perjalanan jauh dan pendek serta desain struktur yang tidak sesuai akan menurunkan tingkat pelayanan, meningkatkan kecelakaan dan menurunnya kondisi lingkungan hidup.
Selanjutnya terkait dengan sistem tranportasi umum, sistem jaringan kereta api perkotaan di Indonesia belum berkembang. Hal ini menyebabkan hirarki jalan dan jaringan kereta api belum dapat dipadukan untuk melayani keseluruhan kebutuhan perjalanan.
PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN
A. Menuju guna lahan yang sesuai dengan lahan
Dari uraian diatas ditunjukkan bahwa tidak sesuainya peran dari jalan arteri primer yang ditentukan sesuai dengan fungsinya akan menyebabkan lalu lintas yang berbaur antara yang jarak jauh dengan lalu lintas lokal yang berjarak pendek sebagaimana juga dengan kendaraan yang berjalan cepat dengan kendaraan lambat yang dianggap sebagai penyebab utama kemacetan lalu lintas.
Berdasarkan hal tersebut, suatu pengelolaan sistem transportasi diperlukan untuk mengurangi lalu lintas lokal berjarak pendek dan kendaraan berjalan lambat pada jalan arteri primer. Akan tetapi kadang kala sulit untuk memindahkan lalu lintas yang berbaur tersebut dengan hanya oleh peningkatan jalan dan karenanya pengembangan jalan baru seperti jalan lingkar adalah satu alternatif pemecahan. Pada kota kota metropolitan seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung Semarang dan Makassar, ketidak efisiennya jaringan jalan arteri primer dapat diatasi dengan pengembangan jalan lingkar atau By pass yang mana sebagian dioperasikan sebagai jalan tol dengan standar bebas hambatan.
Dari diskusi diatas menunjukkan bahwa perencanaan jalan perlu dikoordinasikan dengan tata guna lahan dengan didasarkan pada hirarki jalan. Di Indonesia, hirarki jalan mengklasifikasikan jaringan jalan kedalam sistem primer untuk mendukung lalu lintas antar kota dan sistem sekunder untuk mendukung pergerakan lalu lintas dalam kota. Setiap sistem diklasifikasikan lebih lanjut kedalam arteri, kolektor dan lokal. Sketsa hipotetis hirarki jalan diilustrasikan pada gambar 3 berikut.
Secara umum, jalan arteri primer hendaknya melayani lalu lintas regional (jarak jauh antar kota) yang ditimbulkan oleh tata guna lahan di sepanjang jalan tersebut. Jalan arteri primer dalam kota merupakan jalan terusan jalan arteri primer luar kota yang melalui kawasan primer.. Jalan ini di desain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam dengan lebar badan jalan tidak kurang dari 8 meter dimana proporsi terbesar adalah lalu – lintas regional. Rute bis regional dan angkutan truk berat diarahkan melalui jalan ini. Untuk itu , lalu lintas tersebut seharusnya tidak boleh terganggu oleh lalu – lintas ulang alik dan lalu – lintas lokal dari kegiatan lokal Untuk memenuhi fungsi jalan primer ini, Pada jalan arteri primer, jumlah jalan masuk dibatasai secara efisien, dimana jarak antar jalan masuk /akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 500 meter. Persimpangan diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu – lintas dan ruas jalan didesain dengan kapasitas yang lebih besar dari volume lalu – lintas rata – rata yang pula dengan perbatasan lokasi berhenti dan parkir di tepi jalan,. Jalan ini seharusnya dilengkapai dengan median serta rambu, marka, lampu pengatur lalu – lintas, lampu penerangan jalan dan lain – lain. Jalur khusus hendaknya disediakan untuk sepeda.
Dapat diperkirakan bahwa kapasitas jalan utama pada daerah perkotaan, berkurang hampir separuhya pada persimpangan dibandingkan dengan kapasitasnya pada ruas jalannya. Karenanya jalan arteri primer sebaiknya dibuat menjadi jalan layang untuk menjamin persimpangan tetap mengembangkan kapasitas penuhnya. Adalah sangat diharapkan jika jalan arteri primer dengan standar expres way dapat dibangun untuk melayani keseluruhan lalu lintas menerus.
a. Jalan kolektor Primer
Jalan kolektor prime didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 km perjam dengan lebar badan jalan tidak kurang dari 7 meter . Jumlah jalan masuk ke jalan kolektor primer dibatasi secara efisien serta jarak antar jalan masuk / akses langsung seharusnya tidak boleh lebih pendek dari 400 meter.
Persimpangan pada jalan kolekto primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume laliu – lintasnya dan ruas jalan mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari volume lalu – lintas rata rata. Lokasi parkir di tepi jalan hendaknya dibatasi serta mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lalu – lintas dan lampu penerangan jala.
b. Jalan Lokal Primer
Jalan lokal primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 km perjam. Lebar badan jalan lokasi primer tidak kurang dari 6 meter.
c. Jalan Arteri Sekunder
Jalan artei sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 km perjam. Dengan lebar badan jalan tidak kurang dari 8 meter. Lalu – lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu –lintas lambat dan akses langsung dibatasi tidak boleh lebih pendek dari 250 meter.
Persimpangan pada jalan arteri sekunder diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu –lintasnya dan ruas jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas sama atau lebih besar dari volume lalu –lintas rata – rata. Lokasi berhenti dan parkir di tepi jalan perlu dibatasi disamping pula perlunya perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lalu – lintas dan lain – lain.
d. Jalan Kolektor Sekunder
Jalanan kolektor sekunder didesai berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 km per jam dengan lebar badan jalan tidak kurang dari 5 meter.
Karakteristik setiap fungsi baik fungsi utama dan fungsi pendukung jalan dapat diinterpretasikan dimana jalan arterivprimer adalah untuk melayani perjalanan jarak jauh, kapasitas besar dan kecepatan perjalanan tinggi., serta jalan lokal adalah terutama untuk lalu lintas jarak dekat, kapasitas kecil serta kecepatan desain rendah. Susunan sistem jaringan jalan tidak hanya memberikan kontribusi terhadap pengembangan kegiatan perkotaaan tetapi juga struktur dasar perkotaan. Susunan sistem jaringan jalan juga memberikan kontribusi terhadap pengembangan sosio ekonomi sebuah kota. Fungsi dan karekteristik jalan di Indonesia dapat dilihat pada tabel 1.
Adalah sangat penting untk mempertimbangkan criteria fungsi jalan didalam perencanaan pengembangan jaringan jalan agar tercapai arus lalu lintas yang aman dan lancar serta untuk menjamin fungsinya. Kriteria fungsi jalan dapat diringkas pada tabel 2.
Berdasarkan hal tersebut sangat diharapkan jika pedoman diatas diterapkan, jaringan jalan akan berfungsi efisien.
B. Manajemen lalu lintas jalan
Dikarenakan adanya interaksi antara tata guna lahan dan jalan, tipe tata guna lahan hendaknya sesuai dan mendukung fungsi jalan. Faktor faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengindentifikasikan tata guna lahan pada muka jalan meliputi antara lain lalu lintas yang dibangkitkan atau ditimbulkan, tersedianya tempat parkir, dan faktor lainnya seperti persimpangan, median, jarak pandang, dan lokasi keluar masuk dari persil yang berdekatan dengan persimpangan.
Dengan memperhatikan lebih detail, interaksi antara tata guna lahan, lalu lintas dan jalan, lalu lintas yang dibangkitkan oleh penggunaan lahan perlu dinilai agar memenuhi fungsi/kapasitas jalan. Lalu lintas bangkitan dari sebuah aktivitas penggunaan lahan adalah jumlah akumulasi dalam satuan jumlah orang, kendaraan, beban bis, ton dsb per satuan waktu per unit luas lokasi. Dalam berbagai situasi, unit lokasi dapat diabaikan jika analisisnya merupakan suatu lokasi yang tertentu seperi bengkel pelayanan atau supermarket. Akan tetapi untuk analisis suatu daerah pengembangan yang lebih besar, dimensi luas menjadi penting. Sebagai contoh gedung parkir 10 lantai bisa mempunyai konsentrasi 1000 kendaraan pada lantai bawah yang hanya mengoperasikan satu titik keluar masuk mobil padahal untuk jumlah tempat parkir yang sama pada lantai bawah dapat disediakan beberapa titik akses.
Keberadaan median tengah merupakan hal yang penting untuk menjamin semua pergerakan akses adalah melalui pergerakan belok kekiri. Median dan pemisah pada persimpangan akan membatasi lebih lanjut jumlah pola pergerakan masuk –keluar yang mungkin terjadi. Alinemen jalan disekitar lokasi pengembangan, baik horizontal maupun vertikal adalah penting untuk menentukan jarak pandang dari titik akses. Jarak pandang harus lebih besar dari yang diperlukan untuk melihat jarak yang lowong yang diperlukan kendaraan untuk memasuki atau meninggalkan lokasi untuk bergabung atau memotong lalu lintas pada jalan dimukanya.
Fasilitas lainnya seperti perlengkapan lalu lintas, pemberhentian bis, kendaraan yang diparkir, bangunan, landscape juga bisa menimbulkan halangan yang tidak diinginkan dan penting untuk memperhatikan secara khusus aspek ini pada tahap perencanaan. Seperti sudah didiskusikan diatas, pengembangan penggunanan lahan seperti ini adalah berorientasi pada kendaraan dan karenanya memerlukan lapangan parking yang cukup untuk menjamin kesusksesan usahanya.secara komersil.
Selanjutnya penting untuk menganalisa interaksi antara lalu lintas yang ditimbulkan pada lokasi penggunanan lahan tersebut dengan lalu lintas pada jalan dimukanya. Sebelum memulai analisis interaksi yang muncul dari akses, perlu untuk memperoleh informasi jumlah volume arus kendaraan keluar masuk lokasi. Pada kasus pembangkit lalu lintas dari suatu lokasi pelayanan, jumlah maksimum tingkat arus yang mungkin pada satu arah adalah sama dengan tingkat pelayanan per lajur. Sebagai contoh, stasiun pompa bensin dengan 4 pompa dengan waktu pelayanan rata rata 3 menit untuk bensin/ atau pompa ban, air atau oli, maksimun arus keluar masuk akan sekitar 80 kendaraan perjam. Dari arus ini dan arus lau lintas pada jalan dimukanya, hambatan yang mungkin dan kinerja lalu lintas keseluruhan dapat ditentukan.
Berdasarkan analisa menggunakan Highway Capacity Manual, dapat diidentifikasikan bahwa arus jenuh pada persimpangan lalu lintas adalah bertambah dengan meningkatnya jumlah penduduk suatu kota. Mungkin ini adalah sebuah indikasi juga pada tingkat kota yang sudah berkembang dimana orang semakin terbiasa dengan situasi lalu lintas.
Selain itu juga sudah diidentifikasikan bahwa arus jenuh pada arah berlawanan juga dipengaruhi oleh tipe tata guna lahan. Faktor koreksi pada daerah komersil untuk gangguan samping yang tinggi adalah 0,87 dibandingkan untuk daerah permukiman 0,94. Dengan kata lain, arus jenuh pada daerah komersil adalah lebih rendah daripada daerah permukiman. Pada ruas ruas jalan yang dianggap mempunyai gangguan samping menengah dan rendah, kapasitas jalannya juga lebih besar pada daerah permukiman dibandingkan dengan daerah komersil.
Dengan memperhatikan keseluruhan aspek aspek ini dalam penanganan lalu lintas yang timbul akibat penggunaan lahan, permasalahan yang timbul dapat dikurangi dan meningkatkan peran jalan arteri primer
C. Ilustrasi Kota Jakarta dan Kota Makassar
Jalan Lingkar luar Jakarta
Jalan Lingkar dan by-pass dapat dinyatakan sebagai jalan arteri yang dibangun pada daerah yang kurang berkembang dan terutama untuk mengalihkan lalu lintas dari jalan yang macet. Dengan adanya sebuah jalan lingkar baru, volume lalu lintas akan berkurang pada jalan lama yang melintasi daerah yang sudah padat berkembang dan lingkungan sekelilingnya akan menjadi lebih baik. Volume lalu lintas pada sebuah jalan lingkar yang baru dibangun dapat menjadi sangat besar tetapi karena dibangun jauh dari daerah yang sudah berkembang, maka kurang menimbulkan permasalahan lingkungan. Sebagai contoh pembangunan jalan lingkar luar Jakarta,, dimana pada saat ini sebagian sudah dibuka untuk lalu lintas (informasi tata guna lahan diberikan pada table berikut ). Dapat dilihat bahwa pada awalnya pembangunannya, proporsi terbesar penggunaan lahan pada suatu koridor 3 km dapat dikategorikan sebagai kampung atau permukiman kumuh yaitu sekitar 132 km2. atau sekitar 70 %. Daerah industri dan komersil masih sangat rendah yaitu dibawah 5 %.
Mempertimbangkan bahwa lebih dari 80 % adalah daerah permukiman, jumlah akses ke jalan raya harus dibatasi. Pengembangan tata guna lahan dibatasi dan diarahkan sedemikian rupa sehingga bisa sesuai dan mendukung prasarana jalannya. Pada jalan lingkar tersebut, bagian tengah dibangun jalan dengan standar bebas hambatan dengan akses yang lebih dibatasi dan dioperasikan sebagai jalan Tol.
Sementara itu, biaya pembebasan lahan di daerah sekitar jalan lingkar luar yang pada waktu itu aksesibilitas ke tempat pekerjaan masih rendah adalah sangat murah dibandingkan dengan pusat kota. Disamping itu pembangunan jalan lingkar tesebut cenderung kurang ditentang karena dibangun pada daerah yang kurang berkembang. Karenanya pada umumnya jalan lingkar dapat dibangun dengan lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan dengan jalan di pusat kota atau sekelilingnya dimana kemacetan sudah sangat serius.
Untuk lebih tepatnya, manfaat dasar dari pembangunan jalan lingkar Jakarta dan kota Besar lainnya di Indonesia adalah mengalihkan lalu lintas menerus dan meratakan kemacetan pada jalan jalan radial serta meningkatkan aksesibilitas antara daerah pinggiran kota.
Berdasarkan sejarahnya, kota dibangun di sekitar persimpangan jalan antar kota dan ini juga terjadi pada kota kota di Indonesia. Karenanya sebagian besar kota kota yang tidak melakukan perencanaan kota hanya mempunyai jalan arteri radial. Jika jalan arteri kota hampir semuanya jalan radial, lau lintas mungkin akan dipaksa melalui daerah yang padat berkembang sehingga menyebabkan kemacetan. Terutama pada sebagian besar kota yang dilintasi jalan raya antar kota. Jika sebuah jalan lingkar berada dan menghubungkan satu jalan antar kota , lalu lintas menerus yang sebelumnya menggunakan jalan ini akan dialihkan ke jalan bypass baru dan kemacetan pada daerah padat akan berkurang. Dalam hal ini tetap ada lalu lintas menerus dari jurusan lainnya.
Jika sebuah jalan lingkar Jakarta dengan kapasitas besar di bangun,, lalu lintas menerus dari semua arah akan beralih ke jalan lingkar tersebut dan kemacetan lalu lintas akan sangat berkurang. Tingkat pengurangan kemacetan tergantung pada rasio lalu lintas menerus. Dari jalan lingkar selatan yang sudah dibuka untuk lalu lintas, volume kendaraan sekitar 50 %merupakan lalu lintas dari jalan utama radial berasal dari lokasi dekat perlintasan dengan jalan lingkar tesebut. Hal ini menunjukkan bahwa pengalihan lalu lintas tersebut relatif tinggi meskipun jalan lingkarnya belum selesai semuanya.
Jika keseluruhan jalan lingkar selesai, akan semakin jelas fungsinya untuk meratakan kemacetan pada jalan jalan radial. Jika ada hanya jalan radial, sebagian besar lalu lintas yang masuk dengan tujuan dalam kota, harus melintasi pusat kota dimana terdapat perlintasan jalan antar kota dan ini menyebabkan kemacetan serius di pusat kota.
Dengan jalan lingkar, lalu lintas masuk kota dari satu arah cenderung menggunakannya dan menuju kearah daerah pinggiran kota dimana kemacetan tidak terlalu serius. Hal menyebabkan kurangnya kemacetan pada pusat kota dan pada jalan radial. Keuntungan sebuah jalan lingkar adalah menyediakan berbagai alternatif rute untuk tujuan ke kota.
Selanjutnya jika daerah pinggiran kota berkembang, lalu lintas pada daerah tesebut tumbuh yang akan menimbulkan lalu lintas yang lebih besar pada jalan di daerah tersebut. Dengan adanya jalan lingkar luar lalu lintas antara daerah pinggiran akan beralih ke rute ini dan mengurangi kemacetan di pusat kota. Semua hasil diatas akan semakin jelas jika semua jalan lingkar terbangun.
Pengembangan Jaringan Jalan Arteri dan Lingkar Makassar
Konsep Pengembangan jaringan jalan di Kota Makassar diformulasikan berdasarkan 4 aspek yaitu :
- Tata guna lahan dimasa datang,
- Pertumbuhan penduduk, dan kebutuhan pegerakan yang berasal dari industri, pelabuhan, terminal barang serta pengembangan perkotaan
- Jaringan jalan yang ada
- Fungsi jalan
Pola guna lahan diklasifikasikan sebagai pengembangan permukiman, pengembangan industri yang terkait dengan pelabuhan dan terminal barang serta pengembangan perkotaan. Penggunaan lahan tersebut akan menimbulkan pergerakan lalu lintas yang dalam hal ini harus diperhatikan dalam aspek dan kriteria perencanaan pengembangan jaringan jalan. sebagai berikut :
Didalam memenuhi pergerakan lalu lintas dari pengembangan permukiman, aspek perencanaan yang diperhatikan adalah fungsi jalan arteri sebagai pembentuk kawasan. Dalam hal ini, jaringan jalan arteri membentuk kawasan permukiman dan mengelompokkannya kedalam permukiman padat, kurang padat dan permukiman tidak padat. Selain itu jaringan jalan juga harus membentuk lingkungan yang baik.
Didalam memenuhi pergerakan lalu lintas dari pengembangan industri, aspek yang diperhatikan adalah lalu lintas langsung diarahkan ke jalan arteri, menghindari lalu lintas yang berbaur dengan lalu lintas lokal, menghindari perlintasan atau melalui kawasan permukiman serta menghubungkan dengan pelabuhan dan terminal barang.
Didalam pengembangan pelabuhan dan terminal barang, aspek yang diperhatikan adalah menghindari lintasan di daerah perkotaan, diarahkan langsung ke jalan arteri, menghindari terbaurnya lalu lintas lokal serta menciptakan lalu lintas yang aman dan lancar serta lingkungan yang baik Didalam pengembangan perkotaan, aspek yang diperhatikan adalah menghubungkan pusat kota dengan daerah pinggiran perkotaan secara langsung. Selain itu didalam pengembangan jaringan jalan sendiri aspek yang diperhatikan adalah memaksimalkan penggunaan jaringan jalan yang ada, menetapkan dan menerapkan fungsi jalan serta memperhatikan faktor keselamatan.
Berdasarkan pengembangan kawasan kawasan permukiman,, kawasan industri, kawasan pelabuhan dan kawasn perkotaaan (Sub urban0 pola pergerkan dapat diidentifikasi dan diakomodasi dalam jaringan jalan radial dan jaringan lingkar kota Makassar.
Secara keseluruhan pola guna lahan dapat didijelaskan didalam diagram pola guna lahan pada gambar 4 serta diagram arah struktur jaringan jalan pada gambar 5.
Dengan penerapan fungsi jalan serta adanya keseimbangan atau pengendalian tata guna lahan sepanjang jalan arteri dan jalan lingkar, Jaringan jalan arteri dan lingkar akan berfungsi efisien dan akan bermanfaat untuk :
a. Mendistribusikan lalu lintas barang dari dan ke Pelabuhan Makassar tanpa melintasi daerah perkotaan
b. Mendistribusikan lalu lintas dari dan ke jalan radial tanpa melintasi daerah permukiman.
c. Mendistribusikan lalu lintas barang dari dan ke Kawasan Industri tanpa melalui kawasan permukiman.
d. Mengalihkan sebagian beban lalu lintas dari jalan lama.
e. mempertahankan kegiatan perkotaan dan ruang terbuka perkotaan
PENUTUP
Makalah ini telah memberikan sistem tata ruang kota dalam kaitannya dengan sistim tranportasi termasuk jaringan jalan. Diuraikan bahwa jaringan jalan terstruktur sesuai dengan hirarkinya, daerah pengawasan jalan harus terbebas dari pembangunan peruntukan. Selanjutnya, jenis tata guna lahan disepanjang jalan perlu pula sesuai dengan fungsi jalan.
Berbagai kasus ketidak sesuaian tata guna lahan dengan fungsi jalan telah mengakibatkan ketidak efisiennya pemakaian jaringan jalan seperti meningkatnya kemacetan lalu lintas serta dampak negatif lingkungan lainnya. Untuk itu, upaya diperlukan untuk menyesuaikannya yang perlu pula diikuti dengan penegakan hukum. Ruas – ruas jalan yang telah ditetapkan sesuai dengan fungsinya tersebut dapat merupakan pegangan dalam koordinasinya dengan manajemen sistem transportasi dan tata guna lahan, sehingga arahan sistem tata ruang yang efisien dapat diwujudkan.

1 komentar:
bagus gan artikel nya,,
kunjungi juga ya blog saya okeee
Posting Komentar